Rabu, 23 Desember 2009

Mahasiswa = Siswa Super? (1)

Ranah kognitif kita ditengarai para ahli neurofisiologis sebagai sumber inspirasi hampir unlimited untuk mengunduh samudra pengetahuan. Sekaligus, pada akal juga para ahli tak hentinya mengeksplorasi lautan misteri. Mulai dari struktur "penghubung raga dan jiwa" a la Cartesian hingga "medan hampa kuantum" SQ-nya Danah Zohar dan Ian Marshall. tak ayal, modernisasi adalah jaman akal dikultuskan (sampai-samapai bikin gatel kaum posmodernis). Akal adalah inti kemanusiaan.

Pendidikan, dalam taksonomi Bloom, mengarahkan perhatiannya ke ranah akal ini di samping ranah afektif dan psikomotor. Perkuliahan sebagai jenjang pendidikan lanjut tentu saja memiliki beban ekstra dibandingkan pendidikan jenjang sebelumnya. Apalagi untuk perkuliahan sarjana strata satu yang mayoritas mahasiswanya berada pada tahap menentukan untuk menemukan "jati diri"nya, entah disengaja atau tidak. Kepaduan trio taksonomi Bloom di atas pada diri mahsiswa S1 berkelindan dan berproses sangat intins dan intim, sehingga pemahaman tentang hardskill-softskill ataupun multiple intelegensi berpendar mengantarkan mahasiswa menatap kehidupan nan penuh kemungkinan. Dalam hal ini, mahasiswa sedang berjalan menyusuri jalan: "kedewasaan" ataukah sekedar "menua". Bukankah ada pemeo di masyarakat bahwa tua itu pasti, dewasa belum tentu? Pendidikan perkuliahan tak hanya menyiapkan tukang-tukang yang hanya siap menjadi robot-nya industri, tetapi hakikatnya pendidikan adalah pemanusiaan manusia dewasa dalam mengarungi segala sisi kemanusiaannya.

Apa jadinya kalau kemudian mahasiswa hanya berorientasi pada "cepet lulus" dan "cepet kerja"? Doesn't matter? Tampaknya komersialisasi alias kapitalisme pendidikan tengah berjuang keras menanamkan hegemoni seperti itu ke semua SDM pendidikan. Kalau memang hanya bertujuan menciptakan SDM profesional di berbagai lahan kerja, maka apa bedanya dengan jualan "chip" hasil olahan canggih para ahli multidisipliner yang bisa ditanamkan ke otak "mahasiswa" sehingga dengan chip itu mereka menjadi ahli di bidangnya masing-masing? Yang pingin jadi dokter bedah beli aja chip dokter bedah. Yang mau jadi sosiolog, beli aja chip sosiolog. Tak usah kuliah. ...bersambung...

Tidak ada komentar: