Senin, 19 Mei 2008

Kreativitas Beku demi Sang Pendidik

Aku baru saja baca Basis edisi..
Mutiara andalas dalam majalah "gaek" itu mengungkap kesakralan pendidikan yang sering justru dinodai oleh keribetan birokrasi/institusi kependidikan. Baru aja kemarin ada mahasiswa Unit Kreativitas Ilmiah UNESA yg menggugah naluri ke-dosen-an saya. Kita membela kreativitas ataukah birokrasi?
Menyederhanakan memang. Tapi Peter Hudgson sang teolog pendidikan juga menyeringai begitu mendengar pengebirian dan penyekatan subjek/objek didik atas nama institusi pendidikan. Jerat-jerat kapitalisme dan liberalisme pendidikan telah mementahkan segala alasan moral. Kita terlibat dengan mafia uang yang telah menenggelamkan Indonesia dan negara-negara senasib di akhir abad 20 kemarin. Kita telah menumbalkan Moses Gatut Kaca, dkk demi menyumpal mulut rakus spionase maha negara: tak ada nafas untuk kreativitas baru, kecuali mengikutsertakan mafia uang yang kan menjerat sampai bini dan cucumu. Ada secuil dosa mendengar tangis mahasiswa yang merengek-rengek maaf ke dosen pembinanya (aku sebenarnya juga di-SK-kan pembina UKIM) yang tersinggung berat dengan pelanggaran kreativitas dekil. Memalsu tanda tangan itu dosa, nak. Tak ada maaf untuk itu. Syirik. Dan sim salabim.. kembali niat kreativitas mahasiswa tersungkur diharibaan dosen yang santun dan berwibawa. ya udahlah, panta rhei. Mengalir aja terus mahasiswaku dan teman-teman dosenku. kita adalah mangsa dialektika Hegel yang niscaya kan merambat ke pembaruan dan perubahan. pengalaman adalah guru terbaik. Tak hanya untuk mahasiswa, tapi juga dosen, yg dulunya juga mahasiswa..!!